Kamis, 24 November 2011

Politik

Politik


Senang berkenalan denganmu ...
Maaf, mengganggu waktumu sejenak. Aku tahu kau begitu disibukkan dengan aktivitasmu. Sangat susah ditemui.
Aku harap kau ada waktu untuk membaca suratku ini.
Ini tentang kau dan aku. Tidak ada orang ketiga.
Setidaknya itu yang bisa kujanjikan sampai saat ini.
Aku juga tidak melibatkan “money” dalam pembicaraan ini. Kondisinya lagi tidak sehat. Terakhir kita bertemu di ATM dekat rumah.
Aku tidak tahu harus mulai darimana. Yang jelas saat menulis surat ini, kepalaku lagi sakit bukan kepalang, hanya gara-gara 3 hari berturut-turut selama 2 jam/harinya, aku mempelajari dirimu. MUAK !!! Perutku mual. Aku ingat sebelum kelas berakhir tadi, aku sempat menahan muntahku. Ini nyata. Aku tidak membiasakan diriku untuk membual.
Aku tidak tahu kapan persisnya aku mulai tidak tertarik denganmu. Aku pengagum Soe Hok-Gie, lelaki muda yang puisi-puisinya sering jadi pengantar tidurku. “Politik itu lumpur yang paling menjijikkan.Jangan pernah terjun kedalamnya,kecuali jika sudah benar-benar terpeleset,” kira-kira begitu pernyataannya Soe Hok-Gie dalam buku Catatan Seorang Demonstran. Pernyataan itu begitu mempengaruhi pikiranku. Membuat aku menutup diri dari dirimu. “Kalau belum sanggup membunuh ayah atau ibumu. Maka jauhilah politik,” itu kata dosenku.
Sayangnya, aku sudah masuk ke dalamnya...

Jangan sombong. Atau menjadi sok MISTERIUS. Sekarang sudah semakin banyak orang yang memburumu. Miris dan kau harus terima. Aku pernah mewawancari seorang calon guru yang aktif di BEM tempat aku kuliah. Kira-kira begini bentuk percakapannya,
“Bukankah kakak kuliah di jurusan FKIP Matematika? Calon guru. Mengapa membiarkan IPK rendah hanya karena sibuk berdemonstrasi ?”
Sambil tersenyum dia menjawab,
“Ya.. kalau enggak bisa jadi guru kan punya alternatif lain. Anggota DPR.”
Cihhh ...
Menjijikkan ...
Kita tidak berbicara tentang “guyonan” disini. Karena situasinya pada saat itu sedang tidak dalam keadaan santai, tetapi serius.

Kau harus tahu, aku sudah terlalu lama tidak mempedulikanmu. Padahal hampir setiap hari kau ada di dekatku. Ini seperti dua orang yang bersahabat tetapi saling menusukkan jarum dari belakang.
Ada adik tingkatku yang stress karena ulahmu. Dia memutuskan untuk kuliah di Fakultas Ilmu Sosialnya saja. Politik nya dihapuskan saja. Hahaha ... aku bilang padanya untuk berhenti berbicara tentang revolusi. Sekarang tunjukkan saja berapa banyak uang yang ada di kantongmu.

Salam kenal
Aku tertarik padamu untuk saat ini.
Tak peduli seberapa kejamnya dirimu.

Ada 3 pilihan peminatan di jurusanku.
Kau masuk ke dalam 2 pilihan yang sempat aku ragukan...
Dan aku memilih peminatan jurnalistik. Masih saja bertemu denganmu.
Aku memang tidak bisa lari darimu.
Mungkin kita berjodoh
Semoga saja ...

Terima kasih ...

0 komentar:

Posting Komentar