Kamis, 12 Januari 2012

“Profit” Akan Segera Menjadi tuhan (thogut)

Tidak akan ada lagi manusia ikhlas di dunia ini. Jika siklus sosial ini terus berputar tanpa ada rongga sebagai pengatur. Semua orang akan hidup hanya untuk mendapatkan profit dan sebanyak-banyak nya keuntungan untuk kesenangan. Hingga jargon manusia sebagai makhluk sosial, akan bertambah menjadi manusia sebagai makhluk sosial jika ada profit.

Seperti itu lah kebanyakan fakta yang terjadi saat ini. Berbagai lorong, tempat, dan lingkungan pun sangat sangar dengan manusia-manusia pemuja materialis. Hingga jika ada sebuah pekerjaan tidak mendapat kan keuntungan besar untuk nya, maka ia lebih memilih tidak. Sekalipun, pekerjaannya itu, adalah untuk orang banyak.
Tidak salah, jika uang dijadikan sebagai tujuan suatu pekerjaan. Tetapi salah, jika uang lah yang mengatur konsep dan hidup kita. Bukan juga, uang di jadikan sebagai momok untuk tidak mendekati eksistensi manusia yang pada dasarnya saling melengkapi dan saling tolong menolong antar sesama.

Bisa langsung di lihat pada berbagai contoh pekerjaan.

Media, yang di harapkan sebagai penyalur informasi antara pihak atas kepada masyarakat. Yang semestinya sangat menjunjung tinggi independent dan kejujuran serta berimbang, sekarang telah banyak yang rela berganti wajah demi mendapatkan banyak keuntungan. Informasi yang akurat dan berimbang kurang di jadikan sebagai sesuatu yang paling berharga di dalam sebuah media. Bahkan, salah satu media yang ada di daerah ku, secara terang-terangan di hadapan peserta Seminar Nasional mengatakan bahwa “Profit” lah yang menjadi sesuatu yang paling di perhatikan oleh mereka. Miris! Hingga tidak mengherankan, jika kualitas bukan lah menjadi sesuatu yang terpenting dan utama.

Ada lagi yang berprofesi sebagai pengacara. Bertahun-tahun menimba ilmu di bangku kuliah. Mengenal berbagai macam undang-undang dan aturan lainnya sebagai bekal untuk mengabdi kepada masyarakat. Namun, pada situasi yang berbeda, ketika profit menjadi setan yang terus mengasung, pekerjaan mulia itu seakan sirna. Klien yang telah memberikan uang banyak kepada mereka lah yang menjadi seakan seorang ‘raja’ yang harus di lindungi, terlepas dari mereka salah atau benar. Hingga ketika berargumen pun, seakan mereka menjadi orang yang tahu akan segala nya tentang hukum, dan lagi, mereka menggunakan retorika sebagai pedang untuk membabat semuanya.
Ada satu contoh profesi sekarang yang paling banyak menjadi sorotan masyarakat.

Seorang anggota dewan yang ‘terhormat’. Mereka yang duduk di kursi ‘panas’ sebuah gedung mewah, membawa beban amanah rakyat. ketika berkampanye, di depan public mereka berbicara seolah-oleh akan menjadi malaikat untuk rakyat seluruh nya. Dengan dagu ke atas, dada terbusung ke depan, mereka berteriak, dengan teriakan HIDUP RAKYAT.

Tetapi itu hanya saat kampanye. Dan setelah nya, teriakan itu sedikit demi sedikit sayu terdengar dan akhirnya menghilang. Tidak semua memang. Tetapi itu lah mayoritas yang terjadi. Hingga rakyat mampu mengambil kesimpulan bahwa ‘mereka’ semua adalah penipu.

Kenapa hal itu bisa terjadi. Jika di fikir secara logika, untuk apa mereka menghabiskan uang lebih dari ratusan juta untuk mendapatkan suara rakyat. hingga tak jarang juga menggunakan cara yang menjijikkan. Dan bagaimana juga mereka mengembalikan uang tersebut, jika tidak dengan pelican-pelicin yang di terima saat menjabat? Dari analisis masyarakat kebanyakan yang menyihir manusia untuk berbuat sseperti itu, adalah karena ‘profit’. Dan sekali lagi, profit masih menjadi tema segar yang wangi untuk di wacanakan.

Seperti itulah siklus sosial yang pada paragraf awal di katakan. Dan benar, jika hal ini terus mentradisi dan menjadi budaya, lengkap sudah gambaran kebobrokan negeri ini. Dan bahaya lagi, profit akan bertambah peran menjadi tuhan (thogut) untuk manusia tersebut. Namun, jika masih ada orang-orang yang tetap mempertahan kan ideology serta hati nurani yang juga di mainkan dengan logika, maka hal ini masih bisa di siasati. Hanya ada satu lagi pertanyaan yang tersisa.
Kapan semua nya akan berakhir?

nm_

0 komentar:

Posting Komentar