Ditengah terik dan panasnya teriakan protes dalam
aksi demo pelataran gedung mewah Legislatif daerah Bengkulu. Akhir-akhir ini
kasus kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat. Majalah, Koran ataupun
pemberitaan dimedia-media mainstream sibuk memberitakan kasus-kasus baru
tentang pemerkosaan atau pencabulan terhadap perempuan. Sepertinya dunia memang
sudah mendekati deadline kiamat.
Citra, perempuan “jalan”
ini masih saja setia dengan toa nya, membacakan lembaran-lembaran tuntutan
terkait penyelesaian isu-isu yang marak akhir-akhir ini. Entah ada gunanya atau
tidak suaranya tetap lantang meneriakan keadilan dan perlindungan. Meski
sebenarnya ia sadar deretan polisi yang menjaga atu bahkan tukang sapu jalanan
pun tak menggubris apa teriakan nya, tapi setidaknya yang sedang tidur didalam
gedung megah itu terusik hingga akhirnya memilih menutup telinga. Kadang memang
perjuangan tak seperti yang diinginkan. Beginilah kompetisi kehidupan, yang
sering disebut sebagai hukum alam.
***
Jam 14.00, Citra merebahkan tubuhnya disofa.
Teriak-teriak seharian ternyata membuatnya cukup kelelahan hingga akhirnya
tertidur. Ruangan kerjanya lumayan nyaman untuk beristirahat dan menghilangkan
emosi sisa demo tadi.
Kantor ini adalah LSM yang begerak dalam
wilayah-wilayah kerja advokasi dan penanganan kasus kekerasan terhadap
perempuan. Tak banyak yang merelakan waktunya untuk mengurusi kerja-kerja
kemanusiaan tanpa kejelasan hidup seperti ini. Melakukan kegiatan dalam
orientasi penolongan, namun hidupnya sendiri pun kadang tak tertolong.
Siluet mentari sore ternyata tak membiarkan Citra
berlama-lama dalam mimpinya. Citra terbangun dan mengeliat menyamankan dirinya
dalam lelah. Maka tak lama dari pintu seorang muda yang tampan dengan setelan
kemeja dan celana necis berdiri meletakan helm sembari melepas sarung
tangannya. Menghampiri Citra dan memberinya botol kecil berisi air mineral.
Setelah lelah berdemo dan tertidur cukup membuat citra kehilangan ion tubuh
dehidrasi. Maka tanpa sungkan diambilnya botol itu dan diminumnya hingga habis
tanpa sisa.
Pria tampan itu mengusap sisa minum dibibirnya, dan
kini citra terjaga seutuhnya dari tidurnya. Kantor terlihat sepi, artinya sudah
diizinkan untuk mereka pulang dan meninggalkan kantor segera. Maklum terkadang
penghuni lain kantor ini terlalu nakal jika hari mulai gelap dan kehilangan
mentari.
***
Motor terparkir disebuah rumah makan. Suasana sore
yang begitu ramai, ah! Iya ternyata hari ini weekend, pantas banyak pameran
manusia menghiasi jalan dan antri demi mendapatkan waktu
untuk menghantarkan mentari tenggelam diujung pantai. Kali ini masih Citra
dengan tampilan yang lebih bak dari sebelumnya, mengenakan setelan jeans dan
kaos creamnya, dengan sepatu cat andalannya yang manis, sangking manisnya
mungkin semut pingsan lewat disampingnya. Citra bersama Pria tampan yang tetap
saja menawan dengan setelan celana dan kemeja santai yang tetap rapi.
Satu minuman datang disambut dengan adegan romantic,
dimulai dengan memandangi mentari yang mulai pamit undur diri dari sinarnya dan
menyulap awan menjadi jingga kemerahan yang cantik. Dan ombak masih saja setia
memecah sunyi yang merdu dan menawan dengan buih-buihnya yang terdampar dipasir
menyandung bebatuan pinggir pantai.
***
Pukul 22.00, masih saja setia dengan rapat dan masih
saja berdialektika dengan isu-isu yang setia mengusik aktivis perempuan ini.
Ada yang kurang sepertinya, sang orator demo ternyata dicari karena belum
menampakan batang hidungnya juga sampai selarut ini. Sigap saja salah satu
diantaranya mengambil HP dan memeriksa keberadaan temannya yang ditunggu
tersebut.
***
Dilain tempat HP diangkat. Mengiyakan, lantas
berlalu kesebuah tempat yang menunggu kedatangannya sedari tadi.
***
Tak lama kemudian Citra telah berada di depan
kantor. Citra masuk lalu beberapa saat kemudian kemarahan-kemarahan kecil
menyambut kedatanganya.
Seorang yang sedang asik membaca buku menghempas
bukunya sesaat melihat kedatangan citra. “Kemaren teriak-teriak ama koruptor.
Sekarang dia sendiri yang ngorup waktu! Gak konsisten lu!”
“Ya, maaf. Aku ada urusan tadi, nggak sempat
ngabarin.” Mukanya terlalu melas untuk mengakui kesalahannya.
“Ya udah, kita mulai rapatnya!“ salah seorang bijak
menenangkan yang lainya. Sepertinya dia yang dituakan dalam kelompok itu. “Citra,
ini untuk yang kesekian kalinya kamu buat temen-temen ketiduran Cuma untuk
nunggu kedatanganmu dalam rapat. Kamu nggak boleh egois begini. Kerja kita
sama-sama. Kalo memang nggak nyaman, meding ngomong deh!” kali ini lebih
meggambarkannya seperti pemimpin kelompok dengan ketegasannya.
“Iya-iya. Maaf!”
.
Sepertinya memang lebih baik
mengalah dalam situasi seperti ini. Citra duduk dan mencoba menyampaikan
permohonan maaf aas keterlambatannya dengan wajah memelasanya yang tetap manis,
menolak kemarahan yang lain.
Dan rapat dimulai. Tak lama berselang dalam
keseriusan rapat, HP Citra berbunyi segera kemudian mengusik Focus Forum yang ada. Dan lagi-lagi
Citra jadi perhatian sesisi ruangan.
Diambilnya HP, dan dibuka message yang masuk. Dari
yang ternyaman: “sayang, kamu sudah
tidur. Jangan lupa berdoa ya sebelum tidur. Love you!”
Forum mendadak rusuh dan heboh. Teman perempuan yang
duduk disebelah Citra ternyata membaca sms yang masuk dan meneriakan kepada
teman-temannya yang lain. Dan sukses Citra jadi bahan lelucon malam ini.
Perempuan berjilbab diujung berseloroh akhirnya “Citra!
Kamu itu aktivis perempuan! Pinter,
cerdas dan cantik. Kok mau-maunya gitu lho pacaran sama tukang marketing yang
gag ngerti gerakan.”
Dan semakin heboh ruangan itu jadinya. Yang disindir
hanya senyum dan diam tenang mendengar ejekan teman-teman lainnya.
THE END
by : Siami Maysaroh