Perempuan itu, namanya Roro dan
Rara.Gadis kembar yang diberkahi semesta dengan kecantikan layaknya selir-selir
raja.Sayang Roro harus meninggal dan Rara menjadi gila.Layaknya kutukan,
kampung Pala yang kehilangan ikan meski berada dipinggir pesisir.Kematian Roro
dan Rara yang menjadi gila membuat kampung Pala makin suram kehilangan asa.
Entah sejak kapan Kampung Pala
menjadi krisis ikan.Meski begitu orang-orang tetap saja bertahan hidup dan
tinggal dipesisir pantai ini.Tidak sebagai nelayan memang, kebanyakan
orang-orang kampung menjadi buruh garam dan kuli pasir.Semesta masih menyisakan
kebaikan untuk kampung ini, meski ikan tak ada, tapi material lain pantai tetap
menghasilkan uang.
Mereka Roro dan Rara yang begitu
dipuja oleh orang-orang kampung, namun juga dicibir oleh para perempuan pesisir
lainnya, karena keirian.Roro dan Rara memang tak memiliki kulit gelap dan
rambut kaku seperti halnya oang-orang yang tinggal dipesisir.Kulit mereka
kuning langsat dengan rambut lurus jatuh yang hitam.Tak heran jika keberbedaan
fisik mereka menjadi bahan omongan orang-orang pesisir, terutama para
pemuda-pemuda pesisir.
Roro dan Rara gemar menggunakan sayak[1]
selutut dengan motif bunga yang membuat kecantikan keduanya semakin sempurna.
Meski tak berdandan dengan make up
mahal, keduanya memiliki kecatikan yang diturunkan oleh para dewi. Adalah Ibu
Kades yang begitu gemar menjahit baju-baju cantik untuk kedua anaknya.Hal ini
juga dilakukan sebagai upaya promosi atas kreasi tangannya.Benar saja banyak
yang akhirnya memesan baju kepada Ibu kades.Memesan baju persis seperti yang
dipakai oleh kedua anaknya. Meski gadis-gadis kampung pesisir tahu, baju mirip
yang dipesannya tak akanmembuatnya menyaingi kecantikan Roro dan Rara.
Tapi tak lama semesta mengizinkan
kecantikan mereka sebagai anugrah.Luka sesegera menghampiri mereka.Sebuah tragedi
besar dan mengerikan terjadi dan menghapus keindahan keduanya.Menjadi kutukan
yang menyisakan kengerian bagi orang-orang kampung.Roro dan Rara tinggallah
kecantikan yang ditimbun sejarah.Kampung Pala benar-benar dikutuk para Dewa.
Sekarang, Rara dipasung dan
diasingkan dikandang bekas, belakang rumahnya.Atas kengerian yang diciptakannya.
Ibunya terpaksa harus memasung dan membungkam mulutnya dengan kain, Karena Rara
terus meneriakan kata-kataKami Diperkosa!
Oleh mereka pemerkosa bercelana biru!Kami diperkosa! Kami diperkosa!Beberapa
saat setelah penguburan Roro kakaknya.
Umpatan pilu yang terus saja
diteriakan sejak kematian Roroadalah tragedi besar yang mengusik Kampung
Pala.Maka orang-orang yang resah atas umpatan Rara meminta Ibu Kades untuk
memasungnya.Sebenarnya orang-orang kampung tak sampai hati melakukannya.Tapi
demi mimpi buruk yang terus menghantui akibat umpatan Rara, hal tersebut
terpaksa harus dilakukan.
Kengerian ini berawal dari tragedi
malam kamis saat pesta ulang tahun Kampung Pala, beberapa minggu yang lalu.Layaknya
sebuah pesta.Kemeriahan dan suka cita perayaan menjadi hal yang ditunggu-tunggu
oleh setiap orang di kampung Pala.Begitu pun dengan Roro dan Rara.Dua gadis
anak Pak Kades ini adalah yang menjadi penanggung jawab atas terselenggaranya
perhelatan besar kampungnya.
Persiapan telah dilakukan
berhari-hari lalu.Mulai dari menghias jalanan dengan tirai panjang yang terbuat
dari botol air mineral gelas yang dicat warna merah biru.Dipasang berderet
sepanjang jalan dikampung Pala.Lalu mengganti cat Balai desa dengan warna putih
susu, agar terlihat kemegahannya sebagai tempat yang digunakan sebagai panggung
utama acara. Orkes dangdut ternama didatangkan langsung dari kota sebagai
pengisi acara hiburan. Kampung Pala terlalu lama hidup dalam kesunyian.
Anak-anak pesisir dilatih untuk
menari.Sebuah tarian yang dipercaya dapat mendatangkan keberkahan bagi kampung
Pala disiapkan menjadi penampilan pembuka acara. Meski semua orang tahu, tarian
tersebut tak akan membawa keberkahan laut adalah atas ikan-ikan dan ekositem
lainya. Namun Kampung Pala adalah kampung pesisir yang tak memiliki keberkahan
itu.Sudah sejak betahun-tahun lalu.Bahkan bau amisnya saja tak tercium.
Tiba saat perhelatan besar kampung
berlangsung, semua orang berkumpul di pelataran balai desa kampung.Tua muda
semua hadir untuk memeriahkan acara.Keindahan dekorasi dan lampu-lampu malam
yang dipasang disekitaran balai semakin bercahaya saat Roro dan Rara
hadir.Keduanya mengenakan sayak merah
hitam selutut dengan lengan terbuka yang menawan. Dengan ikatan pita berwarna
silver dipinggangnya. Juga bando silver dikepala Roro dan Jepitan Kupu-kupu
berwarna silver disemat cantik di rambut Rara. Tentu saja sayak tersebut di jahit langsung oleh Ibu mereka, khusus dikenakan
untuk acara besar kampung Pala.
Kemeriahan berlangsung semalam
suntuk.Orkes dangdut terus saja menggoyang orang-orang dengan lagu-lagunya.Ada
tiga penyanyi perempuan disiapkan untuk menghibur kampung selama semalam
suntuk. Semuanya orang larut dalam joget yang menggairahkan, entah sesendu dan
sesedih apa lagu yang dinyanyikan, para penyanyi tetap saja bergoyang panas
diatas panggung.
Pukul 01.00 dini hari.Roro
mengajak adiknya Rara untuk pulang karena sudah mengantuk.
Yangtersisa tinggal para muda-mudi saja.
Ayah dan Ibu dan para orang tua telah pulang. Ayo kita pulang.Aku lelah ingin
tidur dirumah.
Sebentar yu, kita habiskan satu lagu ini
setelahnya kita pulang.Mbakyu duduk saja dulu nanti tak ampiri kalo selesai
jogetnya.
Jangan lama-lama, nanti Ayah dan Ibu
khawatir kita belum pulang selarut ini.
Ah, paling mereka sudah terlelap kecapekan.
Lagian ini kan acara kampung kita sendiri, semua orang kenal kita.
Iyalah, cepat.Aku tunggu disana, aku sudah
ngantuk ini.
Iya iyaa…
Roro mengambil kursi dipojok
keramaian.Menyusunnya dan meletakan kedua kakinya diatas kursi.Menyesuaikan
dudukagar nyaman dan dapat tertidur sejenak sambil menunggu adiknya.
Tepuk tangan meriah disambut
suit-suit para pemuda menggema sesaat setelah lagu berakhir dinyanyikan sang
biduan. Rara mendesah.Ia ingin melanjutkan jogetnya, tapi kakaknya sudah
mengajaknya pulang. Dia mundur dari kerumunan dan menuju kakaknya untuk pulang.
Dalam perjalanan pulang keduanya
bertemu dengan empat orang pemuda bercelana biru.Pemuda itu mencegat keduanya.Menggoda
dan memaksa keduanya untuk ikut bersama mereka.Roro dan Rara jelas saja
menolak.Tapi pemuda-pemuda tidak main-main, mereka memaksa dan menyeret kedua
gadis itu bersama mereka.
Teriakan pilu Rara, memecah
keheningan malam. Disampaing Pabrik Garam, diujung Pesisir kampung Rara
memangku tubuh kakaknya yang telah berdarah tertusuk perutnya. Keduanya
diperkosa, dan karena Roro melakukan perlawananakhirnya dibunuh dan setelahnya
ditinggal atas kepanikan pemuda-pemuda itu. Malangnya Rara dibiarkan hidup dan
menyaksikan kakaknya diperkosa lalu ditusuk oleh pemuda-pemuda itu.Sejak
kejadian malam itu, Rara kehilangan jiwanya. Rara gila!
…
Tapi untungnya sebelum gila, Rara
menuliskan sebuah naskah.Rara berusaha bercerita tentang kematian kakaknya yang
diperkosa oleh pemuda-pemuda pesisir yang mengenakan celana biru.Dia
menuliskannya diatas karung bekas pembungkus garam dengan tinta darah
kakaknya.Naskah-naskah itu ditempel oleh Rara di dinding-dinding pabrik garam.Hampir
menutup semua bagian dinding pabrik tersebut.
Lalu setelahnya Rara melepas
semua pakaiannya.Tubuhnya yang kuning langsat dibiarkanya begitu saja
terbuka.Perlahan Rara duduk disamping mayat kakaknya danmengoles darah kakaknya
kesekujur tubuhnya. Kini tubuhnyaberubah menjadi merah dan berbau amis.
Saat matahari terbit dari singgah
sana, Rara berjalan pulang menggendong mayat Kakaknya. Keduanya tanpa busana
dan berlumuran darah.Dua gadis yang dipuji dengan keberkahan semesta kini menjadi
seperti kutukan bagi orang-orang kampung. Beberapa pemuda berlari
terbirit-birit saat melihat-nya, meski beberapa yang lain sempat mengintip
bagian tubuh Rara yang tetap jelas telihat meski telah berlumur darah dalam
temaram cahaya subuh. Tak ada yang berani mendekat.Bahkan orang-orang alim
hanya menutup mata dan mengucapkan kalimat Tuhan tanpa melakukan apa-apa ataupun
bertanya, saat Rara melewati Masjid menuju rumahnya.Semua orang sudah tak punya
pandangan nurani lagi.
Sampai pada pintu depan rumahnya,
Rara menendang pintu mencoba membangunkan isi Rumah. Perempuan dan Laki-laki
Paruh baya yang adalah Ayah dan Ibunya, membuka pintu dan terbelalak
menyaksikan kedua putrinya. Sang Ibu menjerit dan Pingsan seketika, sementara
sang Ayah tak punya jantung yang cukup kuat untuk menyaksikan adegan mengerikan
tersebut. Tak lama, kemudian kemanusiaan orang-orang kampungterutama
tetangganya mulai terpanggil, lalu menghampiri rumah Kepala Desa, lebih karena tak
enak olehjeritanIbu Kades dan ketakutan mereka kepada Kepala Desa.
Roro dan Rara terbaring dalam
kasur putih, masih dengan tubuh berlumur darah.Hanya Roro terbaring dalam
kematiannya yang menyedihkan, sedang Rara terbaring
dengan kematian jiwanya ditinggal saudara kembarnya Roro.
Sekarang, akhirnya Kampung Pala
berbau amis. Sayangnya bukan karena amis ikan, tapi amis darah Roro malang yang
berbekas diudara.Juga coretan naskah darah Rara yang masih tertempel di
dinding-dinding pabrik garam.Entah kenapa, tak ada satupun yang berani melepas
naskah tersebut. Mungkin takut akan tuduhan bahwa yang melepas tulisan adalah
pelaku pemerkosaan Roro.
Sekarang pabrik garam yang berdiri
tak cukup kokoh itu, dengan dinding-dinding kayu rapuh berubah menjadi suram
dalam kengerian naskah-naskah Rara.
Kami diperkosa oleh pemuda bercelana biru.
Vagina kami dicabik lalu ditusuk dan
berdarah.
Sayak Kami dirobek tanpa ampun.
Jiwa kami kini mati.
Meski hanya aku yang masih bernafas!
Ingatan ku mencatat, Kami diperkosa oleh
pemuda bercelana biru